Bangsa
bunian atau yang kita kenal dengan bangsa lelembut menjadi sesuatu yang
sesekali kita rasakan kehadirannya. Bahkan bangsa ini sering digunakan dalam
praktek-praktek ilmu hitam. Di masyarakat Kalimantan Barat khususnya Sambas pada
umumnya sudah terbiasa dengan berita-berita mengenai bangsa bunian ini. Banyak sekali
kasus kehilangan orang atau apapun secara misterius dan langsung dikaitkan
dengan bangsa bunian ini. Terkadang mereka menampakkan diri dan membaur dengan
manusia dengan wujud yang berbeda.
Kerajaan yang masih kental dengan
mitos dan cerita mengenai Bangsa Bunian adalah kerajaan Paloh yang terletak di
Kabupaten Sambas. Kerajaan Paloh terletak di utara Kota Sambas dan berbatasan
langsung dengan sarawak dan laut natuna. Dalam kepercayaan masyarakat Sambas,
pusat dari kerajaan Bangsa Bunian ini terletak di pesisir pantai Selimpai dan
juga di sekitar Tanjung Batu Kabupaten Sambas. Mereka dipimpin oleh seorang
raja yang bernama Raden Sandi. Hal itu dibuktikan dengan kejadian-kejadian
misterius dari penculikan orang, munculnya kota di tengah hutan dan masih banyak
yang lain.
Raden Sandi yang merupakan pemimpin negeri
kebenaran masih memiliki keturunan darah dari Kerajaan Sambas dan Kerajaan
Brunei. Menurut cerita, Raden Sandi merupakan pangeran yang berasal dari
Kerajaan Sambas. Ia dipercaya meninggal karena sakit yang tidak ada obatnya.
Jenazah Raden Sandi kemudian meninggal dan dipercaya diambil oleh Bangsa
Bunian. Hal itu terjadi sebagai tebusan karena Raden Sandi telah membunuh
burung peliharaan dari puteri kebenaran atau bangsa bunian. Ia lalu dijadikan
Raja di sana dan dipercaya memerintah hingga sekarang. Sistem kerajaan yang
dipimpin oleh Raden Said membuat kehidupan bangsa ini teratur. Mereka bukanlah
bangsa yang suka mengganggu seperti kebanyakan jin-jin pada umumnya tetapi
terkadang membaur dengan manusia lalu memberikan bantuan.
Sejak awal kerajaan di Sambas sudah
terbentuk dari kepercayaan-kepercayaan mengenai bangsa Bunian. Keadaan wilayah
Kalimantan Barat yang masih lengang dengan hutan-hutannya semakin memberikan
aura negatif di setiap sudut wilayah Kalimantan Barat. Daerah Paloh sendiri
sebagian besar wilayahnya merupakan hutan belantara. Hal itu seolah terlihat
memberikan fenomena mistis bagi orang sekitar.
Sampai sekarang, orang Sambas masih
percaya dengan keangkeran Paloh. Banyak hal-hal yang memang dilarang atau
pantang larang dilakukan saat kita ke paloh. Pertama-tama, tidak boleh
berteriak-teriak atau dalam bahasa sambas “ngirauk” di hutan. Kedua, bersiul di
hutan juga dilarang. Selain itu, berbicara kotor juga dilarang. Orang-orang tua
di Sambas sering sekali menceritakan kisah-kisah mengenai pantangan-pantangan
ini. Sebetulnya pantangan itu memang sudah menjadi pantangan umum di Kalimantan
Barat. Tetapi kemudian hal tersebut dikaitkan dengan Bangsan Bunian yang akan
membawa kita ke alamnya bila kita melanggar pantangan tersebut.
Menurut kepercayaan orang-orang di
sana, orang-orang Bunian yang menyusup ke dunia manusia dapat mengajak manusia
lain untuk mengikuti mereka ke alam ghaib. Terkadang mereka senang menampakkan
diri. Bahkan orang biasa saja dapat melihat mereka. Mereka bisa saja berada di
pusat keramaian, dalam bis kota, di pinggir sungai terlebih lagi di
tempat-tempat yang dikeramatkan. Munculnya Bangsa Bunian tentunya bakal dikecam
rasa takut. Selain karena sosoknya yang menakutkan, cerita-cerita mengenai
penculikan yang dilakukan oleh Bangsa Bunian juga semakin berkembang.
Banyak sekali kejadian dimana Bangsa
Bunian mengajak manusia untuk mengikuti mereka ke alamnya. Hal itu pernah
terjadi di Kecamatan Sejangkung, Sambas pada tahun 1995. Seorang anak hilang
secara misterius setelah pulang dari sekolah. Orang tua mereka mengira ia
bermain bersama temannya. Tetapi, ternyata teman-temannya sudah pulang ke
rumah. Orang tuanya kemudian mecari ke seluruh keluarga dan teman-temannya
tetapi mereka tidak tahu. Mereka lalu bertanya pada orang pintar di daerah itu.
Ia mengatakan bahwa anak mereka dibawa oleh bangsa bunian. Orang pintar lalu
pamit pulang untuk melakukan sesuatu. Pada waktu senja, orang tua anak tersebut
merasa diterpa angin yang sangat kecang. Tentu hal itu membuat mereka terkejut.
Mereka lalu mendengar suara ketukan pintu. Saat dibuka ternyata anak mereka itu
sudah berdiri di depan pintu. Saat ditanya, anak itu menceritakan bahwa ia
diajak oleh teman-teman barunya untuk naik perahu besar. Setelah berlayar,
kapal itu kemudian merapat dan teman-temannya lalu mengantarkan ia pulang.
Meskipun ada yang dapat kembali lagi
ke dunia manusia, tetapi ada juga yang tidak dapat kembali dan menjadi salah
satu dari mereka. Hal itu disebabkan adanya ketertarikan manusianya sendiri
untuk bergabung dengan dunia mereka dan tidak kembali ke dunia nyata. Sebab
kedua adalah karena bujukan dari Bangsa Bunian itu sendiri, sehingga mereka tergiur
untuk ikut. Fenomena mengenai Bangsa Bunia memang sudah mendarah daging dalam
pikiran masyarakat Sambas. Mereka sudah terbiasa mendengar hal seperti itu.
Mereka lebih memilih untuk diam daripada menceritakan hal yang berkaitan dengan
Bangsa Bunian. Masyarakat Sambas berasumsi bahwa mereka bisa saja mendengar apa
yang kita katakan dan kemudian membawa kita ke dunia mereka. Jika tiba-tiba
mereka merasa kedatangan Bangsa Bunian, mereka mengatakan “oh, insanak datang”
yang artinya “oh keluarga datang”.
Selain dapat dirasakan, mereka juga
dapat dibedakan dengan melihat perbedaan fisik antara Bangsa Bunian dengan manusia.
Ciri-ciri fisik mereka terlihat dari bentuk alis yang tebal dan terlihat
sedikit menyatu. Selain itu, di antara hidung dan bibir bagian atas tidak
terdapat lekukan ataupun garis. Ciri fisik itulah yang membedakan Bangsa Bunian
dengan manusia. Jika bertemu atau berpapasan dengan orang yang memiliki ciri
fisik seperti itu, maka dapat dipastikan bahwa orang tersebut adalah Bangsa
Bunian.
Beberapa tempat di Sambas memang
menjadi tempat berkumpulnya Bangsa Bunian seperti di Jembatan Sambas. Jembatan
sambas ini terletak di pusat kota sambas sebagai penghubung antara kota di
sebelah utara kabupaten Sambas dengan kota di sebelah selatannya. Menurut
cerita, jembatan ini tidak dapat dihancurkan oleh tentara jepang. Cerita itu
berkaitan dengan serangan Jepang terhadap Sambas pada tahun 1941. Jembatan ini
yang dianggap sebagai titik vital kota Sambas sehingga direncanakan Jepang
untuk dibom. Mereka lalu mengebom daerah ini. Namun, jembatan itu tidak rusak
sedikitpun. Padahal sebelumnya mereka telah menyerang kota dan merasa telah
berhasil menghancurkan jembatan tersebut. Menurut keterangan, yang diserang
Jepang adalah kota Bangsa Bunian yang berada di Paloh dan hasilnya lokasi yang
di bom adalah hutan belantara saja.
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa
kemunculan Bangsa Bunian memang sedikit meningkatkan perasaat takut pada diri
manusia. Meskipun tidak untuk menggangu, akan tetapi tetap saja membuat
perasaan takut. Hubungan Bangsa Bunian dengan Kerajaan Sambas menjadikan mereka
sebagai pelindung bagi Kota Sambas. Hal itu dibuktikan dengan selamatnya kota
Sambas dari serangan Jepang. Keberadaan mereka di setiap wilayah di Sambas
memang sangat sulit untuk dijelaskan dengan logika apalagi di zaman yang sudah
modern ini. Meskipun hal itu sangat sulit dijelaskan, tetapi masyarakat Sambas
tetap percaya bahwa Bangsa Bunian selalu menjaga daerah ini karena mereka
adalah “insanaknye” orang Sambas.
DAFTAR PUSTAKA
Ahadi, Sulissusiawan, dkk., Sastra Lisan Sambas: Teks, Struktur, dan
Lingkungan Penceritaan, Jakarta:
Departement Pendidikan dan Kebudayaan, 1993.
2 Komentar
Orang Bunian ohhh orang bunian...
BalasHapusSetahu saye org Bunian merupakan penomena alam yg bise dibilang nyata..dikampung saye ade orang2 tertentu yg bise komunikasi dengan mereka dan bise juge pinjam meminjam barang..khususnye pekakas untuk pesta/hajatan...nak cube...hubungi saye..hehhehe
pinjam meminjam barang yg gmana? meminjam langsung dg orang buniannya?
BalasHapus